Diambil dari tulisan seorang ibu rumah tangga biasa di kampung....
Gerakan "Mari berbelanja di warung tetangga!"
Berbelanja kebutuhan harian, mingguan atau bulanan keluarga, biasanya kita
lakukan di hari libur. Tetapi, bijakkah kita bila membeli jauh-jauh ke pusat
belanja "modern"?
Coba tengok kebiasaan kita ini. Belanja di swalayan I-Mart atau A-Mart, semua
barang memang terpampang. Tapi, hampir tak ada interaksi kemanusiaan. Apalagi
pertemanan. Bertahun-tahun kita menjadi pelanggan, yang bahkan dibuktikan
dengan "kartu pelanggan", tapi sungguh penjualnya tetap tidak kita
kenal. Bahkan pelayanpun kita tak tahu siapa, apa dan bagaimana kehidupan
mereka. Komunikasi hanya dengan "pelayan", ingat bukan
"penjual". Dan hanya seputar transaksi saja. Itupun sekarang diwakili
dengan tulisan.
Nakalnya, pagi itu saya menemukan tulisan yang menipu. Di
rak penjualan, ditulis harganya 5 ribuan, tapi saat di kasir saya harus
membayar 7 ribuan. Untung saya menelitinya. Hhh.. saya ingatkan langsung
pelayan yang berkilah, bahwa itu kesalahan penataan oleh shift malam. Jadi saya
langsung batalkan pembelian karena merasa tertipu. Kejadian begini bukan hanya
sekali. Saya pernah membaca kejadian serupa di surat pembaca.
Sementara ketika kita membeli di warung tetangga, selain dekat, juga ada
interaksi sosial yang akrab. Ada "obrolan", bukan sekedar transaksi
barang yang menghilangkan nilai sosial kemanusiaan kita. Kita jadi tahu, kenal
dan dekat dengan lingkungan. Komunikasi beginilah yang manusiawi. Yang
menghubungkan antar orang, komunitas dan masyarakat. Bukan sekedar barang,
angka penjualan dan plastik kemasan.
Membeli di warung tetangga akan menumbuhkan ekonomi keluarga itu. Kita jadi
berperan bagi tegaknya ekonomi dan ketahanan sebuah keluarga. Suami, istri dan
anak-anaknya. Dan mereka, berperan sebagai penjual. Berwirausaha. Bukan sekedar
menjadi pelayan alias babu dari para pemilik modal berdalih seragam karyawan...
Bayangkan, sampai umur berapa toko-toko modern "mau" mempekerjakan para
pelayan ini? Cuma saat usia muda. Sedang dengan menjadi "penjual",
sebenarnya mereka akan "terhidupi" Bahkan sampai anak-anak mereka
dewasa.
Belum lagi soal efektifitas budget kita. Bayangkan, saya pernah uji coba, membawa
uang 100 ribu dan pergi ke toko swalayan modern. Ternyata kurang! Dan lihat
belanjaannya. Saya banyak membeli barang yang tak perlu. Karena godaan iklan
dan penataan, saya melakukan pemborosan!
Sedang ketika saya ke warung tetangga, uang 100 ribu masih sisa. Barangnya pun
sangat fungsional, benar-benar kebutuhan pokok. Dan saya mendapatkan bonus
ungkapan penjual yang membahagiakan, "syukur ya, pagi-pagi sudah ada yang
belanja 75 ribu.... makasih ya bu", sambil tersenyum tulus...
Sungguh itu bonus yang lebih mahal daripada sekedar "obral dan diskon
ngakali" yang penuh strategi bisnis.
Jadi berpikirlah sebelum berbelanja! Shopping lah di warung tetangga atau pasar
tradisional. Nikmatilah sisi kemanusiaan anda. Disitulah "rekreasi
sebenarnya".Jangan buang waktu anda di swalayan dan supermall modern hanya
untuk membeli kebutuhan pokok rumah tangga anda. Warung tetangga jauh Lebih
murah, manusiawi, menumbuhkan ekonomi, memberdayakan masyarakat, dan ada nilai
silaturahmi antar tetangga.
Mau umur panjang dan banyak rejeki? Mari biasakan berbelanja di warung tetangga
baik kita...
Sekali lagi " Ayo Selamatkan Warung/Toko dan Pasar Tradisional di
sekeliling kita"!
Semoga Bermanfaat
0 komentar:
Post a Comment