Aku melihat
hidup orang lain begitu nikmat, Ternyata ia hanya menutupi kekurangannya tanpa berkeluh kesah.
Aku melihat
hidup teman-temanku tak ada duka dan kepedihan, Ternyata ia hanya pandai
menutupi dengan mensyukuri.
Aku melihat
hidup saudaraku tenang tanpa ujian, Ternyata ia begitu menikmati badai hujan dalam kehidupannya.
Aku melihat
hidup sahabatku begitu
sempurna, Ternyata ia hanya berbahagia menjadi apa
adanya.
Aku melihat
hidup tetanggaku
beruntung, Ternyata ia selalu tunduk pada Allah untuk bergantung.
Ternyata aku yang kurang mensyukuri nikmatMu. Bahwa di belahan dunia lain masih ada yang belum seberuntung yang aku miliki saat ini.
Dan satu hal
yang aku ketahui, bahwa Allahu Rabbi tak pernah mengurangi
ketetapanNya.
Hanya aku lah yang masih saja mengkufuri nikmat suratan takdir Ilahi.
Hanya aku lah yang masih saja mengkufuri nikmat suratan takdir Ilahi.
Maka aku merasa
tidak perlu iri hati dengan rezeki orang lain.
Mungkin aku tak
tahu dimana rezekiku.
Tapi rezekiku
selalu tahu dimana diriku.
Dari lautan
biru, bumi dan gunung, Allah Ta'ala telah memerintahkannya menuju kepadaku.
ALLAH Ta'ala menjamin rezekiku, sejak 9 bulan 10 hari
aku dalam kandungan Ibuku.
Amatlah keliru
bila bertawakkal rezeki dimaknai dari hasil bekerja. Karena bekerja adalah
ibadah, sedang rezeki itu urusan-Nya.
Melalaikan
kebenaran demi menghawatirkan apa yang dijamin-Nya, adalah kekeliruan berganda.
Manusia
membanting tulang, demi angka simpanan gaji, yang mungkin esok akan ditinggal
mati.
Mereka lupa
bahwa hakekat rezeki bukan apa yang tertulis dalam angka, tapi apa yang telah
dinikmatinya.
Rezeki tak
selalu terletak pada pekerjaan kita, Allah menaruh sekehendak-Nya.
Diulang bolak
balik 7x shafa dan marwa, tapi zamzam justru muncul dari kaki sang bayi, Ismail a.s.
Ikhtiar itu
perbuatan.. Rezeki itu kejutan..
Dan yang tidak boleh dilupakan, tiap hakekat rezeki akan ditanya kelak.
Dan yang tidak boleh dilupakan, tiap hakekat rezeki akan ditanya kelak.
Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment