Rasulullah SAW bersabda : “Sungguh seorang manusia akan ditinggikan derajatnya di surga (kelak), maka dia bertanya, ‘Bagaimana aku bisa mencapai semua ini? Maka dikatakan padanya: (Ini semua) disebabkan istigfar (permohonan ampun kepada Allah yang selalu diucapkan oleh) anakmu untukmu. [HR Ahmad]
Tambahan penting...
Anak adalah kebanggan orang tuanya dan setiap orang tua ingin memiliki anak yang bisa dibanggakan. Allah SWT berfirman : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal dan shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS al-Kahfi: 46)
Namun kenyataannya tidak semua anak demikian. Di ayat yang lain Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS At-Taghabun:14)

Terlepas dari bangga atau tidaknya orang tua, maka hal yang urgent adalah melihat sisi mana yang menjadi kebanggaan orang tua. Sebab dari sinilah muncul permasalahan besar.


Terdapat kisah dari ibu siti yang berkunjung ke sebuah rumah sakit, membezuk anak temannya yang sedang sakit. Teman ini seorang wanita karir lulusan S2 dari sebuah universitas ternama. Anaknya adalah seorang anak perempuan yang cantik, umurnya baru 6 tahunan. tak lupa ia membawakan sebuah boneka sebagai buah tangan. Anak tersebut dengan cepat mengenalinya sebagai teman mamanya . "bu siti ya?" " Ayoo.. bu siti.. 42: 6 berapa?” Sambil menirukan gaya mengajar bu gurunya di kelas, " bu siti ..ayo..buat kalimat.. saya pergi ke sekolah setelah itu pulangnya ke mall, bisa?" Tahukah anda? Anak tersebut berada rumah sakit Jiwa di kawasan Jakarta Timur. Apa yg sebenarnya terjadi? Ternyata menurut psikolog , anak ini terlalu di forsir. dia mengikuti les matematika dan pelajaran sekolah yang target tugasnya 1 buku harus selesai 10 menit, kemudian les bahasa inggris, terus PR sekolah, dan les-les yang lain sampai anak ini terlalu jenuh dan akhirnya mengalami gangguan jiwa akibat terlalu banyak tekanan belajar. Yang mengharukan, saat melihat sang bunda menangis, si anak cuma bilang.."bunda jangan nangis. aku kan pinter. tapi aku ga mau tidur sama bunda yaa. aku maunya sama dokter ganteng/cantik aja.."

Begitulah akibatnya jika orang tua terobsesi dengan prestasi dan kompetisi anak. Maka ketahuilah bahwa logika kompetisi dalam pendidikan adalah logika yang menyesatkan. Anak berprestasi itu tidak diukur dari jumlah juara dan piala. Alfie Kohn di tulisannya berjudul The Case Against Competition. Setelah melakukan kajian terhadap riset di bidang psikologi, sosiologi, pendidikan, biologi dan bidang lainnya, beliau menyimpulkan bahwa kompetisi pada dasarnya buruk. Kompetisi yang sehat dalam pendidikan adalah istilah yang rancu dan kontrakdiktif. Kompetisi pada harga diri anak ibarat gula pada gigi. Seperti semakin banyak gula maka semakin rusak gigi, begitu pula dengan kompetisi, semakin banyak diikuti semakin merusak harga diri anak. Sebab doktrin yang tertanam pada anak adalah “Menjadi baik tidaklah cukup, bila tidak mengalahkan semua lawan”.

Lain halnya dengan cerita berikut. Suatu hari seluruh orang tua murid diminta datang ke sekolah anaknya untuk melihat hasil belajarnya. Anaknya maju ditemani seorang pria, yang ternyata guru ngajinya. Anak itu berkata : Ayah, aku ingin membaca Surah Al Kahfi. Dengan suara indahnya sang anak mulai melantunkan ayat demi ayat. Ketika sang guru bertanya: Kenapa kamu mengaji? Sang anak menjawab : Aku ingin menjadi anak shaleh yang bisa mendoakan kedua orang tuaku masuk Surga. Semua orang tua yang hadir bergetar hatinya dan melinangkan air mata, begitu juga ayahnya, Ia lebih tersentak hatinya. sambil menangis tersedu, Ia memeluk anaknya. lalu berbicara : Saya menyekolahkan anak ini, dengan harapan ia menjadi orang yang pintar, hebat dan kaya agar kelak ia dapat membahagiakan kami dengan hartanya. Namun hari ini anak saya membuktikan, hatinya jauh lebih mulia dan jauh lebih hebat, karena mengharapkan kami, orang tuanya masuk Surga. Subhanallah.

Benarlah hadits Nabi yang berbunyi: Anak yang shaleh adalah wewangian dari surga. [Faidlul Qadir]. Anak adalah harta yang paling berharga. Alangkah Indahnya apabila kita mempunyai anak seperti mereka yang tidak hanya menjadi kebanggaan di dunia tetapi juga di akhirat kelak seperti keterangan hadits di atas. _Wallahu A’lam_. 

Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk menyadari bahwa prestasi anak bukanlah dengan sejumlah piala yang dikumpulkannya tapi bagaimana mereka taat kepada Rabbnya dan menjadi anak yang shalih yang selalu mendoakan orangtuanya.

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Popular Posts